01
Oct
08

Teori Kritis

   

            Tradisi kritis berasal dari pemikiran Karl Marx dan Frederich Engels yang disebut ”Marxisme”. Untuk memahami tradisi kritis, ada 3 hal yang esensial yang menjadi ciri khas teori-teori dalam tradisi kritis, yaitu :

  1. Tradisi kritis memandang sistem, struktur kekuasaan dan keyakinan  atau ideologi yang mendominasi masyarakat, dengan cara perspektif khusu yaitu kepada siapa kekuasaan berpihak. Antara lain : Siapa dapat menyuaraan  kepentingannya, siapa tidak. Kepentingan siapa yang dilayani dalam masyarakat, kepentingan siapa  tidak dikorbankan?
  2. Para penyusun teori dalam tradisi kritis secara khusus berkeinginan untuk melawan kondisi sosial dan sytuktur kekuasaan yang tidak ”adil” guna membangkitkan emansipasi atau membebaskan masyarakat dari tekanan tersebut.
  3. Ilmu Sosial kritis berusaha membangun kesadaran sosial melalui teori dan aksi secara jelas memunculkan sifat normatif dan menggerakkkan perubahan dalam kmondisi masyarakat yang ada. Sehingga teori-teori kritis kebanyakan memberi perhatian dan berpihak kepada kelompok-kelompok yang termarginalkan.

Tradisi kritis menaruh minat pada penggunaan dan permainan bahasa. Bahasa dianggap oleh para teoretisi kritis digunakan puha-pihak dominan untuk menyembunyikan kekuasaan. Bahasa mengkonstruksi pikiran kita dan menempatkan posisi kita. Dalam contoh-contoh teori di bawah kita akan banyak melihat ini.

      Teori kritis menganggap tugas merekaadalah mengungkap kekuatan-kekuatan penindas dalam masayarakat melalui analisis dialektika.Masyarakat biasanya  merasakan semacam tatanan yang muncul di permukaan, dan pekerjaan teori kritis adalah untuk menunjukkan dasar pemikiran dari kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan. Hanya dengan melihat dialektika dari kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan yang membentuk suatu sintesis atau tatana, maka orang dapat diberi kebebasan untuk mengubah tatanan yang ada. Jika tidak, mereka akan tetap terasing satu sama lain dan dari masyarakat secara keseluruhan. Analisis semacam ini juga merupakan suatu bentuk tindakan atau, dalam istilah teori kritis, praxis, karena meruntuhkan kemamapan menuju seperangkat kontrakdiksi dan distorsi.

      Teori kritis memberikan perhatian yang sangat besar pada alat-alat komunikasi dalam masyarakat. Komunikasi merupakan suatu hasil tekanan (tension) antara kreatifitas individu dalam memberi kerangka pada esan dan kendala-kendala sosial  terhadap kreatifitas tersebut. Hanya jika individu benar-benar bebas untuk mengekspresikan dirinya dengan kejelasan dan penalaran, maka pembebasan akan terjadi, dan kondisi tersebut tidak akan terwujud sampai munculnya suatu tatanan masyarakat yang baru.

      Salah satu kendala utama pada ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri. Kelas-kelas dominan masyarakat menciptakan suatu bahasa penindasan dan pengekangan, yang membuat kelas pekerja menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka dan untuk keluar dari situasi tersebut (di sini kita dapat melihat kesamaan antara teori kritis dengan teori feminisme dan filsafat hermeneutika). Kewajiban dari teori kritis adalah menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru yang memungkinkan diruntuhkannnya paradigma dominan (S Djuarsa Sendjaja, 1994).

      Tradisi kritis memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu teori-teori yang barada dalam tradisi kritis amatlah beraga. Berikut ini akan dibahas :

  1. Marxisme, ajarana Marx yang asli, sebagai dasar yang mengilhami tradisi kritis
  2. Teori Kritis Frankfurt School, yang mengabil dasar ajaran Marx, tetapi kemudian mengembangkannya dengan berbagai cara yang kreatif
  3. Postmodernisme, sebagai aliran besar, beserta cabang-cabangnya, yaitu : Kajian Budaya, Poststrukturalisme, Postkolonialisme.
  4. Feminisme, yang secara spesisfik mempelajari ”penjeniskelaminan” yang ada dalam berbagai kehidupan sosial.

 

  1. Marxisme

            Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori  yang ada dalam tradisi kritis. Marxiesme ( dengan M besar) berasal dari pemikiran Karl Marx,  seorang ahli filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatna. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.

            Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori  Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).

            Marx ingin membangun suatu filsafat praxis yang benar-benar dapat menghasilkan kesadran untuk merubah realitas, pada saat Marx hidup, yakni masyarakat kapitalis berkelas dan bercirikan penghisapan. Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis, sosiologis dan ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat. Teori Marx tidak bicara eonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis”. (Sindhunata, 1983 : 42).

            Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.

            Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah penghisapan ekonomi dengan cara penciptaan kebutuhan-kebutuhan artifisial (palsu) lewat kepandaian teknologi kaum kapitalis. Oleh karena itu kaum kapitalis monopolis ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa. Dengan difasilitasi teknologi, tidak lagi terjadi penghisapan pekerja oleh majikan di sebuah perusahaan, tetapi penghisapan ekonomi ”si miskin” oleh ”si kaya” di luar jam kerja, di luar institusi ekonomi. Kapitalisme dapat menimbun untung karena nilai yang diberikan oleh tenaga kerja secara gratis, di luar waktu yang sebenarnya diperlukan untuk memproduksi suatu pekerjaan, Inilah salah satu kritik ekonomi politik kapitalisme Marx.

  1. Frankfurt School

      Frankfurt School atau Sekolah Frankfurt merupakan aliran atau mazhab yang secara sederhana sering dipahami sebagai ”aliran kritis”. Teori-teori kritis banyak dikembangkan oleh akademisi dengan meninggalkan ajaran asli Marxisme, namun perlawanan terhadap dominasi dan penindasan tetap menjadi ciri khas. Teori-teori kritis ini sering disebut neo marxist (amarxisme baru) atau marxist (denan m kecil).

      Farnkfurt School berasal dari pemikiran sekelompok ilmuwan German di bidang filsafat, sosiologi dan ekonomi yang tergabung ”the Institute for Sosial Research” yang didirikan di Frankfurt, Jerman pada tahun 1923. Anggota-anggotanya antara lain : Max Horkheimer, Theodor Adorno dan Hebert Macuse.

      Frankfurt School diilhami ajaran Karl Marx, namun sekaligus melampui dan meninggalkan ajaran Marx secara baru dan kreatif. Cara pemikiran Sekolah Frankfurt mereka sebut sendiri sebagai ”Teori Kritik Masyarakat”. Teori Kritis memandang diri sebagai pewaris cita-cita Karl Marx, sebagai teori yang emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya menjelaskan tetapi mengubah pemberangusan manusia.

      Maksud teori  itu adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. (Sindhunata, 1983 : xiii). Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya mau menjadi ”Aufklarung”. Aufklarung berarti : mau membuat cerah, mau mengungkap segala tabir yang menutup tabir, yang menutup kenyataan yang tak manusiawi  terhadap kesadaran kita. Teori Kritik Masyarakat mengungkapkan apa yang dirasakan oleh kelas-kelas tertindas, sehingga kelas-kelas ini menyadari ketertindasannya dan memberontak.

      Dalam Frankfurt School dikeal nama Jurgen Habermas, murid termasyhur Theodor W. Adorno, yang membaharui Teori Kritis secara fundamental. Pokok pembaharuannya tersebut adalah :

  1. Bila ajaran Marx menganggap basik seluruh kehidupan adalah ekonomi dan bekerja adalah aktivitas pokok manusia, maka menurut Habermas pekerjaan hanya salah satu tindakan dasar manusia saja.
  2. Di samping pekerjaan masih terdapat tindakan yang sama dasariah, yaitu interaksi atau komunikasi antarmanusia,

      Dalam konteks kedua ini kemudian nama Jurgen Habermas menjadi sangat terkenal di kalangan akademisi komunikasi. Menurut Habermas penidasan tidak dapat bersifat total, tetapi masih ada tempat di mana manusia dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi.

      Temuan Habermas bahwa komunikasi adalah ”tempat ide kebebasan” dijelaskan Suseno sebagai berikut :

      ”Habermas memperlihatkan bahwa komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan, Kita  dapat saja dipaksa atau didesak untuk mengatakan  ini atau itu, tetapi kita tak pernah dapat dipaksa untuk mengerti. Manangkap maksud orang lain pun tak pernah dapat dipaksakan. Begitu pula orang tak dapat dipaksa menyadari suatu kebenaran, untuk menyetujui suatu pendapat dalam hati, atau untuk mencinta seseorang. Dalam pengalaman komunikasi sudah tertanam pengalaman kebebasan”. (Sindhunata, 1983 : xxiii).

 

  1. Postmodernisme

      Postmodernisme adalah paham yang menolak bahwa proyek pencerahan yang dijanjikan moderenitas. Menurut penganut posmodernisme, modernitas yang ditandai dengan munculnya masyarakat industri dan banyaknya informasi telah memanipulasi berbagai hal termasuk pengetahuan. Beberapa tokoh postmodernisme adalah :

  1. Jean Fracois Lyotard, berpendapat bahwa postmodernime menolak janji besar modernisme, bahwa modernisme membawa kemauan masyarakat.
  2. Jean Baurillard, berpendapat bahwa dalam modernisme, realitas dan cerita  tdak dapat dibedakan. Maka budaya dalam masyarakat modern tidak dapat dipercaya karena merupakan realitas artifisal atau realitas palsu. Misal : dengan kemauan teknologi, lukisan asli tidak dapat dibedakan dengan lukisan pasu. Bahkan kadang yang palsu lebih bagus dari yang asli.

 

Postsrukturalis : adalah salah satu cabang postmodernisme yang secara khusus menolak makna-makna tanda yang sudah terstruktur dalam pola pikir masyarakat. Setiap orang bebas menafsirkan makna tanda yang ditemui. Roland Barthes tentang semiotika adalah salah satu contoh.

 

Postkolonialisme : juga merupakan  salah satu anak cabang postmodernisme, tetapi yang secara khusus mempelajari budaya-budaya yang ada saat ini sebagai akibat proses penjajahan masa lalu.

 

4. Kajian Budaya

      Teori-teori dalam Kajian Budaya berminat dalam mempelajari budaya-budaya yang terpinggirkan  oleh ideologi-ideologi dominan yang hidup pada sebuah budaya. Fokus Kajian Budaya adalah perubahan sosial, yaitu munculnya atau diakuinya budaya-budaya yang termarginalkan tersebut. Ini yang membedakan dengan Frankfur School yang melawan dominasi untuk merebut kekuasaan dalam masyarakat. ”Arena bermain” Kajian Budaya antara lain : ras, gender, usia.

      Kajian Budaya merupakan sebuah bidang studi interdisipliner. Kajian Budaya diakui sebagai bidang studi secara resmi, ditandai dengan munculnya ”the Centre for Contempory Cultural Studies” di Birmingham, Inggris tahun 1964.

      Salah satu teori atau konsep baru postmodern khususnya postkolonialisme dan juga dapat dikategorikan sebagai kajian Budaya adalah : Teori Identitas Budaya yang dibuat Stuart Hall. Teori ini menolak identitas Afrika (orang-orang kulit hitam) seperti yang diberikan oleh Eropa (orang-orang kulit putih).

      Setidaknya ada 2 cara yang berbeda untu berpikir tentang ”identitas budaya” :

  1. Cara pertama mendefinisikan ”identitas budaya” sebagai suatu kesatuan, sebuah kumpulan tentang kebenaran seseorang, menyembunyikan atau menonjolkan sesuatu tentang diri kita dimana usur sejarah bersatu di masa sekarang. Dengan definisi ini identitas budaya kita merefesikan pengalaman sejarah dan kode-kode budaya memiliki andil dalam membentuk kita menjadi ”seseorang:, dengan krangka yang stabil, tidak berubah dan tetap tentang refernsi dan makna.
  2. Cara kedua yang disusun Stuart Hall untuk melihat identitas budaya adalah melihat beberapa kesamaan  sekaligus perbedaan yang membentuk siapa diri kita sekaligus perbedaan yang membentuk ”siapa diri kita sesungguhnya”, dibandingkan ”ita telah menjadi apa”. Idenitas budaya dalam cara pandang kedua ini adalah masalah akan menjadi apa ita kelak dan siapa kita sekarang. Identitas budaya menjadi bagian dari masa depan juga masa lalu. Identitas budaya datang dari suatu tempat, meiliki sejarah, secara konstan beruaha. Identitas budaya adalah permainan dari sejarah, budaya dan kekuasaan. Identitas adalah nama yang kita berikan kepada kita dengan cara berbeda dimana kita diposisikan dan posisi dimana kita berada di masa lalu.

      Teori Stuart Hall menyusun teori yang menghasilkan konsep baru atau definisi baru berdasarkan pemahaman tentang karakter traumatik pengalaman penjajahan. Cara dimana orang-orang kulit putih hitam diposisikan dan diperlakukan dalam rezim dominan kulit putih, yang memiliki dampak pada kekuatan budaya. Oang kulit hitam dikonstrusikan sebagai kelompok yang berbeda dalam rezim barat.

 

  1. Feminisme

      Studi feminisme adalah label ”generik” bagi studi yang menggali makna penjenis kelaminan (gender) dalam masyarakat. Perumus-perumus teori feminisme mengamati bahwa banyak aspek dalam kehidupan memiliki makna gender. Gender adalah konstrusi sosial yang meskipun  bermanfaat, tetapi telah didominasi oleh bias laki-laki dan merugikan wanita. Teori Feminisme bertujuan untuk terjadina kesetaraan antara laki-laki dan wanita di dunia.

      Salah satu teori feminisme, khususnya teori komunikasi feminisme adalah tentang Representasi yang disusun oleh Rakow dan Wackwitz. Rakow dan Wackwitz meneliti penggunaan-penggunaan bahasa yang digunakan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

  1. Siapa dipilih untuk berbicara atau memutuskan sesuatu adalah merupakan pertanyaan politis, yang menempatkan dimana posisi perempuan dan dimana laki-laki.
  2. Siapa berbicara untuk siapa, atau suara siapa, yang dimuculkan dalam teks.
  3. Satu bagian untuk mengungkapkan keseluruhan atau berbicara sebagai bagian dari kelompok.
  4. Siapa dapat berbiara dan merepresentasikan siapa?
  5. Pemilihan penulis dan penerbit media. (2004 : 172-179)

 

            Dalam kaitan dengan 5 pertanyaan di atas, penelitian Claire Johnson tentang film sejak 1970 menyimpulkan bahwa ”perempuan ditampilkan sebagaimana dikehendaki oleh laki-laki”, dan Mary Ann Doane’s seorang analis film hollywood mengatakan bahwa ”perempuan harus ditampilkan dalam sudut pandang perempuan, keinginan perempuan dan kegiatan perempuan”. (Jackson and Jones, 1998 :219).

            Salah satu teori feminisme itu adalah muted group theory, yang dirintis oleh antropolog Edwin Ardener dan Shirley Ardener. Melalui pengamatan yang mendalam, tampaklah oleh Ardener bahwa bahasa dari suatu budaya memiliki bias laki-laki yang melekat di dalamya, yaitu bahwa laki-laki menciptakan makna bagi suatu kelompok, dan bahwa suara perempuan ditindas atau dibugkam. Perempuan yang dibungkam ini, dalam pengamatan Ardener, membawa kepada ketidakmampuan perempuan untuk dengan lantang mengekspresikan dirinya dalam dunia yang didominasi laki-laki.

            Teori komunikasi feminisme Cheris Kramarae memperluas dan melengkapi teori bungkam ini dengan pemikiran dan penelitian mengenai perempuan dan komunikasi. Dia mengemukakan asumsi-asumsi dasar dari teori ini sebagai berikut :

  1. Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja.
  2. Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi dominan, menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.
  3. Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus menguah perspektif mereka ke dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.

 

Kramarae mengemukakan sejumlah hipotesis mengenai perempuan berdasarkan beberapa temuan penelitian :

  1. Perempuan lebih banyak  mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-laki. Ekspresi perempuan biasanya kekurangan kata untuk pengalaman yang feminim, karena laki-laki yang tidak berbagi pengalaman tersebut, tidak mengembangkan istilah-istilah yang memadai.
  2. Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami makna perempuan. Bukti dari asumsi ini dapat dilihat pada berbagai hal :  Laki-laki cenderung menjaga jarak dari ekspresi perempuan karena mereka tidak memahami ekspresi tersebut, perempuan lebih sering menjadi obyek dari pengalaman  daripada laki-laki, laki-laki dapat menekan perempuan dan merasionalkan tindakan tersebut dengan dasar bahwa perempuan tidak cukup rasional atau jelas. Jadi perempuan harus mempelajari sistem komunikasi laki-laki, sebaliknya laki-aki mengisolasi dirinyadari sistem perempuan.
  3. Hipotesis ke-3 ini membawa pada asumsi yang ketiga, perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya sendri di luar sistem lak-laki dominan misalnya : diary, surat, kelompok-kelompok penyadaran dan bentuk-bentuk seni alternatif.
  4. Perempuan cenderung untuk mengekpresikan lebih banyak ketidakpuasan tentang komunikasi dibanding laki-laki. Perempuan mungkin akan berbicara lebih banyak mengenai persoalan mereka dalam menggunakan bahasa atau kesukarannya untuk menggunakan perangkat komunikasi laki-laki.
  5. Perempuan seringkali berusaha untuk mengubah aturan-aturan komunikasi yang dominan dalam rangka menghindari atau menentang aturan-aturan konvensional.
  6. Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan kata-kata baru yang populer di masyarakat luas, konsekuensinya, mereka merasa tidak dianggap memiliki kontribusi terhadap bahasa.
  7. Perempuan memiliki konsepsi huloris yang berbeda daripada laki-laki. Karena perempuan memiliki metode konseptualisasi dan ekspresi yang berbeda, sesuatu yang tampak lucu bagi laki-laki menjadi sama sekali tidak lucu bagi perempuan.

 

 

Daftar Pustaka :

Boyd Barret, Oliver and Newbold, Christ, 1995, Approach to Media Reader, California : Arnold.

 

Eriyanto,2003,  Analisis Wacana – Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta : LKIS.

 

Fairclough, Norman,  1995, Media Discourse, London  : Edward Arnold

 

Littlejohn, Stephen, 2002, Theories Of Human Communication, Wadsworth, Belmont

                  Rakow, Lana F and Laura A. Wackwitz, Feminist Communication Theory, Sage Publications : New Delhi

 

Sindhnata, 1983. Dilema Usaha Manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern olehMax Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Jakarta : Gramedia


0 Responses to “Teori Kritis”



  1. Leave a Comment

Leave a comment


No Smoking
Brighter Planet's 350 Challenge

Nice Pictures

My visitors

  • 27,377 hits

calendar

October 2008
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031